Dalam Alquran diceritakan Tuhan berada di Arasy, suatu “tempat” (dimensi). tentunya tidak terdapat di langit atau di bumi atau di antara keduanya (mungkin lebih tepat disebut bahwa Tuhan ada di alam gaib, tempat yang tidak bisa dicapai oleh manusia). Namun meskipun ada di Arasy, kekuasan (pengetahuan) Tuhan meliputi langit dan bumi, menembus masa lalu, sekarang dan masa depan serta selalu berada bersama manusia.
Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam periode, kemudian Dia berada di atas Arasy. Dia tahu apa yang masuk dan keluar dari bumi dan apa yang keluar dan turun dari langit. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (Alquran 57:4).
Dan dialah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan singgasana-Nya di atas air (Arsyuhu alal ma’i) (Alquran 11:7)Komentar: meskipun disebutkan bahwa Arasy berada di atas air tentunya ini hanyalah sekedar kiasan saja dimana air adalah melambangkan sumber kehidupan.
Untuk memudahkan pemahaman, kita harus mengenal lebih lanjut apa contoh aturan ruang dan waktu. Manusia diciptakan setelah langit dan bumi tercipta dengan kata lain manusia diciptakan dalam dimensi ruang dan waktu. Karenanya kepada manusia harus dikenakan aturan ruang dan waktu yang antara lain:
- Manusia mempunyai posisi, seperti seorang Nabi Muhammad yang saat berada di planet Bumi di kota Medinah, akan mempunyai koordinat geografis pada Lintang Utara sekian dan Bujur Timur sekian (aturan ruang),
- Nabi Muhammad pernah hidup di Bumi selama 60 tahun an (aturan waktu).
Pertanyaan: Bila ada pembaca yang menanyakan bagaimana mungkin suatu alam semesta yang merupakan ruang ini diciptakan tanpa memerlukan tempat atau ruang untuk menciptakannya, maka anda benar-benar termasuk orang yang kritis. Dugaan saya, sebelum alam semesta diciptakan telah diciptakan lebih dahulu suatu ruang dan waktu yang ukuran, aturan dan kondisinya berbeda dengan kondisi alam semesta ini. Seperti apakah itu? Saya tidak tahu. Yang pernah saya baca adalah penafsiran seseorang atas QS 70:4 “malaikat dan jibril naik menghadap Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun” yang menyatakan bahwa ukuran waktu di luar ruang dan waktu kehidupan manusia adalah diibaratkan satu hari disana sama dengan 50 ribu tahun di bumi. Tentunya angka 50 ribu tahun disini hanyalah perumpamaan untuk menunjukkan perbedaan ukuran saja yang berarti juga perbedaan kondisi.Gabungan antara aturan ruang dan waktu menjadikan seorang Muhammad mempunyai berat badan, mempunyai tinggi badan dan mempunyai umur alias tidak abadi. Dengan keterbatasan ini pula saya cenderung mengartikan isra sebagai perjalanan roh Nabi Muhammad. Kodrat manusia yang terkurung oleh ruang dan waktu mustahil melakukan perjalanan jauh dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa secepat kilat, kecuali dengan kekuatan / alat (sulthan). Mohon maaf bagi yang berbeda penafsiran tentang isra, disini saya mengabaikan campur tangan Tuhan dalam “membantu” Nabi Muhammad melakukan isra secara jasmani.
Komentar: Biasanya rekan diskusi saya selalu mengajukan kata “kun fayakun” (yang artinya jadilah maka jadilah ia) yang melambangkan kemahakuasaan Tuhan sebagai jalan keluar atas ketidakmustahilan Isra Mikraj. Jadi selama Tuhan telah menetapkan ”jadi” maka tidak ada hal yang mustahil termasuk juga dalam hal mikraj Nabi Muhammad. Mungkin rekan tersebut lupa, bukankah Tuhan menciptakan langit dan bumi dalam 6 (enam) masa? Kenapa tidak dengan “kun fayakun” sehingga langit dan bumi dapat diciptakan dalam sekejap? Apakah karena Tuhan tidak sanggup? Tentunya tidak demikian. Semua ketetapan Tuhan melalui proses. Mengapa? Karena demikianlah Tuhan telah menetapkan dan hal ini tidak bisa didiskusikan. Manusia bisa saja naik ke langit tapi melalui proses, antara lain proses pembuatan pesawat ulang alik, proses pengumpulan oksigen untuk digunakan dan lain-lain.Sebaliknya kepada Tuhan tidak dapat diterapkan aturan seperti dimana kordinat geografi maupun koordinat astronomi Tuhan, berapa berat Tuhan? apa zat Tuhan? berapa umur Tuhan? berapa sih jumlah Tuhan? Pernyataan Alquran diatas bahwa Tuhan selalu menyertai manusia tidak dapat diartikan bahwa Tuhan ada dimana-mana dan berjumlah sangat banyak. Kepada Tuhan tidak bisa dikatakan jumlahnya satu, tiga, banyak atau sedikit, karena konsep jumlah adalah aturan yang hanya bisa diterapkan untuk sesuatu yang berada di dalam ruang dan waktu.
Atas dasar inilah Tuhan dalam Alquran secara bebas dapat berubah-ubah memakai kata ganti tunggal “Dia” atau kata ganti jamak “Kami”, dapat dilihat pada ayat-ayat diatas. Adapun Ayat “Allahu ahad” (Tuhan itu satu) mempunyai maksud bahwa Tuhan itu bukan terdiri dari beberapa wujud / fungsi yang saling terpisah semacam:
- Lata - Uzza - Manat, atau
- Bapa Allah - Tuhan Yesus - Roh Kudus, atau semacam
- Brahma (mencipta) - Wisnu (memelihara) - Syiwa (merusak),
Konsep Tuhan seperti diatas memang agak membingungkan kita para manusia, karena sebagai mahluk yang hidup dalam kurungan ruang dan waktu kita selalu terbiasa memandang segala sesuatu dengan ukuran ruang dan waktu pula.
Catatan: Penjelasan yang lebih rinci mengenai kaitan Tuhan dengan ruang dan waktu dapat ditemukan dalam terjemahan buku karya Jeffrey Lang, Bahkan Malaikat pun Bertanya, Membangun Sikap Ber-Islam yang Kritis.Sumber: Irwan Ghailan, “Buku Salah Paham tentang Setan, Jin, Roh, Hantu dan Sihir, Jakarta, 2004″
Tidak ada komentar:
Posting Komentar